Kasus tanaman yang terserang penyakit embun tepung di Indonesia pertama kali ditemukan di Malang, Jawa Timur pada tahun 1916. Kemudian ditemukan juga kasus serupa di Sumatera Utara pada tahun 1928. Ini merupakan penyakit yang kerap menyerang tanaman karet. Bahkan di Malaysia dan Sri Langka, penyakit ini tergolong sebagai penyakit penting. Penyakit embun tepung dapat mengakibatkan kerugian hingga 5-20 persen tergantung tempat dan musimnya.

Daun yang sakit ditandai dari adanya bercak-bercak seperti beludru halus yang terdiri atas miselium serta konidofor jamur beserta konidiumnya. Lapisan ini dapat menutupi seluruh permukaan daun sampai permukaan bagian atasnya. Sedangkan pada daun yang sakit dan tidak gugur, penyakit ini akan menyebabkan timbulnya bercak kering yang lebih besar lagi, bentuknya tidak beraturan, dan tidak memiliki batas yang tegas.
Penyakit embun tepung adalah penyakit cuaca kering. Di dataran rendah, penyakit ini biasanya menyerang setelah tanaman karet melewati masa meranggas. Khusus di Pulau Jawa, waktunya sekitar Juli hingga September. Daun-daun muda yang baru berkembang mempunyai kutikula sangat tipis sehingga lebih rentan terhadap oidium. Menariknya ialah jamur tepung butuh syarat yang berbeda dari jamur-jamur lain pada umumnya. Spora jamur ini memerlukan cuaca yang lembab, tetapi permukaannya harus kering.
Oleh karena itu, perkebunan karet yang terletak di dataran tinggi mendata gangguan yang lebih berat. Bahkan di perkebunan yang berada di ketinggian 300 m dpl, serangan oidium dapat berlangsung sepanjang tahun. Serangan jamur oidium yang optimum terjadi pada kisaran suhu antara 15-16 derajat celsius dengan kelembaban nisbi sekitar 75-80 persen. Sementara itu, penyakit embun tepung yang terjadi di dataran rendah akan berhenti manakala intensitas hujan sudah cukup tinggi dan menyebabkan permukaan daun basah.